(Oleh : Khaerunnisa)
Banyak unsur-unsur perbedaan kita temukan di dalam dimensi kehidupan, baik itu agama, ras, budaya maupun dalam perbedaan bilologis atau peran antara laki-laki dan perempuan. Tapi kali ini, penulis tertarik mengulas tentang konsep keadilan. Dimana perempuan selalu ditampilkan di balik layar karena munculnya berbagai streotipe yang menjadikan ruang gerak perempuan tidak layak untk ditampilkan di ruang publik. Kajian tentang keperempuanan tidak henti-hentinya menjadi sebuah persolan yang menarik untuk dikaji. Karena ini merupakan sebuah kajian yang bersifat signifikan, berbagai konstruk di mata masyarakat yang sepertinya menempatkan posisi perempuan dikelas bawah dibanding laki-laki.
Perempuan yang cenderung ditampilkan sebagai lemah lembut dan tidak mampu mengambil alih kepemimpinan karena sifatnya yang kaku, berbeda halnya dengan laki-laki yang lebih menampakkan rasionalitasnya. Namun, di sisi lain sebenarnya perempuan bisa menunjukkan dirinya sebagai sosok makhluk yang kuat dan berani. Sifat sabar, empati, multitasking dan memiliki bakat dalam melakukan negoisasi. Menurut Helen Fisher seorang penulis dan professor di Rugters University, wanita juga mampu bertanggung jawab dan suka mengatasi tantangan-tantangan dalam pekerjaannya. Najwa Shihab pernah menyampaikan di salah satu talkshow televisi bahwa jika laki-laki sukses itu dikatakan hebat tapi kalau perempuan dikatakan sosok yang ambisius. Namun, seringkali perempuan merendahkan dirinya, padahal di lain sisi, perempuaan juga bisa melihat dan menelisik lebih dalam. Kunci untuk menjadi kuat yaitu saling menguatkan sesama perempuan.
Perempuan dalam Catatan Sejarah
Dalam sejarah Islam sendiri, banyak perempuan-perempuan yang dapat menunjukkan bahwa stigma tentang perempuan bukan hanya sebagai pendamping, tetapi dia mempunyai kesetaraan dihadapan Allah swt. sebagai seorang hamba dan makhluk yang kuat. Contohnya, Sitti Aisyah (Ummul Mukminim) pemimpin perang Jamal, al-Syifa seorang perempun yang pandai menulis ditugaskan oleh Khalifah Umar Ibn Khattab sebagai petugas untuk menangani pasar kota Madinah, Ummu Hani yang pernah bergelut dalam bidang politik pada masa Rasulullah saw. dan tokoh sufi terkemuka yang kita kenal adalah Rabiah al-Adawiyah yang membuat Hasan Al-Basri terkagum dengat ketakwaannya.
Selain itu, sejarah reformasi Indonesia mencatat bahwa banyak tokoh-tokoh perempuan yang berjuang untuk keadilan bangsa dan negara, pada masa kolonial Belanda seperti, R.A kartini yang berusaha memperjuangkan emansipasi perempuan, begitu pun dengan ar-Raniri, Laksamana Malahayati, Dewi Sartika dan lain-lain. Bung Karno pernah mengatakan bahwa Indonesia bagaikan sayap burung, dua sayap itu harus diisi dengan laki-laki dan perempuan, hal ini tentunya akan mengantarkan Indonesia menuju puncak yang lebih tinggi.
Dalam hal ini, perlunya kita bercermin bahwa suksesnya sebuah organisasi ditentukan pula oleh kehebatan perempuan. Oleh karena itu, perempuan harus tampil sebagai manusia yang berkualitas, sehingga mampu menjadi insan yang kuat dalam melawan berbagai virus tentang implikasi-implikasi yang menjadikan perempuan berada pada garis bawah. Dan sekarang ini, banyak kita saksikan organisasi yang bergelut dibidang pergerakan perempuan memunculkan berbagai tokoh-tokoh aktivis keperempuanan. Tentunya ini merupakan sebuah wadah bagi kaum perempuan saat ini dalam memperkuat edukasi tentang berbagai implikasi-implikasi yang hadir di ruang publik.
Kesetaraan Laki-laki dan Perempuan. Islam adalah agama yang sangat mencintai kesetaran dan kedilan serta tidak membedakan hak perempuan dari segi anatomi. Menurut Nasaruddin Umar, “Islam memang mengakui (distinction) antara laki-laki dan perempuan, tetapi bukan perbedaan (dicriminition). Perbedaan tersebut didasarkan atas kondisi fisik dan laki-laki, bukan dimaksud untuk memuliakan atau merendahkan satu sama lain. Prof. Quraish Shihab juga menjelaskan bahwa, tidak ada yang membedakan antara jenis kelamin, ras, warna kulit dan suku namun, yang membedakan adalah bentuk ketakwaannya. Kedudukan wanita dan pria adalah sama dan diminta untuk mengisi kekurangan satu sama lain.
Seperti yang diungkapkan Prof. Musdah Mulia, salah satu tokoh aktivis perempuan dalam bukunya, “Kemuliaan Perempuan dalam Islam”, Islam menegaskan bahwa semua manusia ( laki-laki dan perempuan) diciptakan dari unsur yang satu (Unsur wahidah). Keduanya diharapkan mengolah bumi. Maka, jika terjadi kesenjangan di antara keduanya, bukan hanya satu pihak yang dirugikan tetapi agama, bangsa dan negara.
Penulis kembali mengutarakan bahwa laki-laki dan perempuan ibaratkan sayap burung yang saling menggerakkan, jika salah satunya patah, maka tidak terjadi kesempurnaan di dalamnya. Perempuan dan laki-laki diharuskan saling mengisi bukan saling mengungguli, apalagi saling meninggali dengan keegoisan diri lebih parah menganggap diri paling tinggi hingga salah satunya dibebani dan yang lain terpinggiri. Apalagi dengan dalih, sudahlah, itulah kodratmu sebagai perempuan atau laki-laki. Menganggap diri saling memiliki kekurangan dan sama di hadapan Tuhan, itulah sifat elok yang harus ditampakkan, sehingga diri saling merasa butuh dan saling meniadai kecacatan.