Kehormatan, adalah sesuatu yang diberikan oleh setiap manusia, maka wajib baginya berusaha untuk menjaganya. Kehormatan yang saya bahas disini mengenai kehormatan seorang wanita. Banyak yang bertanya bahwa dari sudut pandang apa kita memaknai kehormatan itu? Dari segi apa kita memahami letak kehormatan wanita itu?
Kadang-kadang ada presepsi yang mengasumsi disebagian pemikiran manusia tentang wanita, dimana ada banyak yang menganggap bahwa wanita hanyalah tempat bermuaranya syahwat, sehingga menjadi tempat untuk melampiaskan nafsu. Bahkan tak jarang banyak hak-hak wanita yang tertindas.
Pemikiran ini banyak beramsumsi pada wanita sebelum datangnya islam. Sebelum datangnya islam atau masa jahiliah, saat itu manusia dalam keadaan fatra(kosong) bahkan kehidupan penuh dengan jalan-jalan pemikiran yang feminis, khusunya bangsa arab kedudukan wanita pada masa itu terbilang sangat mengenaskan, bagaimana saya tidak mengatakan bahwa kedudukannya sangat mengenaskan, jika kelahiran anak dengan jenis kelamin wanita adalah sesuatu kebencian yang mengendap pada masyarakat saat itu, terlebih dengan tindakan mereka yang membuat wanita dalam keadaan terhina dan dihinakan, tak jarang mereka mengubur bayi yang baru lahir dengan keadaan hidup-hidup hanya karena satu sebab bahwa bayi itu berjenis kelamin wanita.
“Dan bila seorang dari mereka diberitahukan dengan kelahiran anak wanita, berubah kecewalah wajahnya dan dia dalam keadaan marah. Dia berusaha menyembunyikan dari masyarakat apa yang diberitakan kepadanya. Apakah dia biarkan hidup dalam keadaan hina atau dia kubur. Alangkah jahatnya apa yang mereka hukumi.” (Qs.An Nahl:58-59).
Inilah kenyataan yang terjadi pada masa sebelum datangnya islam, bahkan tak hanya pada bangsa arab, juga bangsa-bangsa lain seperti yunani atau bangsa romawi. Menempatkan wanita tak ayal hanya sebagai barang murahan yang bebas diperjualbelikan, tidak memiliki kedudukan dan kemerdekaan dan juga tak mendapatkan perlakuan selayaknya.
Namun, ketika islam datang, Al-Qur’an memposisikan wanita, mengangkat derajat wanita dan mengembalikan kemerdekaan wanita selayaknya manusia bukan barang. Pria dan wanita mempunyai kedudukan yang setara dalam status kemanusiaan.
“Siapa yang beramal salih diantara pria dan wanita dan dia beriman, maka pasti kami akan memberinya kehidupan yang baik dan akan kami berikan balasan dengan sebaik-baiknya apa yang mereka amalkan.” (Qs.AnNahl:97)
Jelaslah pria dan wanita sama dalam hal kemanusiaan, yang membedakan setiap manusia dari sisi Tuhan adalah amalnya. Lalu zaman sekarang dimana letak kehormatan wanita?
Apakah kehormatan itu terletak pada selaput darah keperawanan seorang wanita? Banyak yang memberikan kesimpulan bahwa status keperawanan merupakan tanda terjaganya kehormatan seorang wanita. Tanda kutip bagi wanita yang belum mempunyai ikatan pernikahan.
Kehormatan adalah izzah dan menjaganya adalah iffah, memang sulit menjaga izzah itu. Namun, dibalik kesulitan itu seorang wanita mampu mendapat kemuliaan. Maka dasar dari makna kehormatan itu sendiri adalah akhlak, memiliki rasa malu, ketika seorang wanita memiliki rasa malu maka dirinya akan takut melakukan hal yang bisa menghilangkan iffah mereka.
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan periasannya, kecuali yang bisa tampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kepadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganla mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (Qs. An Nur: 31).
Saya tertarik menulis menyangkut tema ini, sebab seorang wanita yang pernah bertanya “jika kehormatan terletak pada hal itu, apakah seorang wanita yang dulunya pernah bermaksiat sejatinya telah kehilangan kehormatannya untuk selamanya?” pertanyaan seperti ini rupanya menimbulkan berbagai prespektif yang berbeda beda. Oleh karenanya pernyataan itu tak ayal menjadikan seorang wanita terpuruk secara psikologis akibat masa lalunya yang kelam yang membuat mereka berpikir merasa hina sebab kehormatannya telah terenggut. Jawaban yang klise bahwa semua manusia bisa khilaf dan berbuat dosa. Miris memang rasanya jika memvonis seseorang sebagai manusia yang terhinakan akibat dosanya dimasa lalu, tanpa memikirkan untuk memberinya ruang untuk berubah dan bertaubat. Selama dirinya mau bertaubat maka Allah akan menutup aibnya, sesuai potongan arti ayat diatas “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
Namun tak menutup kemungkinan bahwa dasar dari penjagaan diri seorang wanita adalah akhlaknya, yang mampu membentengi dirinya dengan taat kepada Tuhan, pernyataan saya kembali bahwa seorang wanita harus selalu berusaha menjaga izzahnya, sebab hal itu bukan hanya tanda taatnya seorang hamba juga pun symbol perilaku dari manusia itu.
Aneh juga rasanya jika memandang kehormatan wanita sejatinya hanya dari selaput keperawanan, mungkin dari presepsi itu sebagian memandang pernyataan itu hingga salah kaprah dan terjebak pada sisi simbolik saja dan menilai kehormatan itu hanya dari selaput keperawanan hingga mengganggap bahwa selama keperawanan itu masih terjaga maka akan ada kalangan yang beranggapan mampu melakukan hal yang tabu selagi keperawanannya masih terjaga, contohnya dengan melakukan pergaulan-pergaulan menyimpang dari agama dengan catatan mempraktekkan hubungan yang tidak sampai merusak keperawanan.
Kembali saya kutip bahwa “Akhlak yang baik adalah benteng untuk menjaga kehormatan itu sendiri, terlebih dengan selalu taat kepada Tuhan maka ada rasa untuk selalu berusaha menjaganya.
Penulis: Fatimah Nursyam