Pic: Ydk
Indonesia sebagai negara yang berada digaris khatulistiwa dan negara dengan banyak pulau serta lautan yang luas,menjadi salah satu negara dengan kapasitas kekayaan sumber daya alam yang tidak diragukan lagi. Belum lagi tingkat populasi indonesia yang begitu padat, membuat indonesia menjadi negara yang memiliki peluang yang sangat besar baik disektor produksi maupun konsumen.
Hanya saja, SDA yang melimpah ruah tidak berbanding lurus dengan kualitas SDM yang ada,Hal ini dibuktikan dengan volume perusahaan dan tenaga kerja yang mayoritas berasal dari luar negri. Hal ini tentu saja sebagai bencana yang disadari atau tidak akan mendatangkan bencana di kemudian hari. Terbukti dengan peningkatan angka pengangguran dan kemiskinan dinegara yang kaya dimata dunia ini.
Sistem ekonomi yang masih bergantung dan diwarnai tipu daya konglomerat asing tentu saja menjadi penyebab kemandekan pertumbuhan ekonomi nasional. Berberapa catatan sejarah ekonomi bangsa ini bahkan diwarnai krisis,bahkan sampai ke taraf yang mengenaskan. Yahh sangat miris jika kita benturkan dengan beberapa artikel yang tersebar didunia tentang negara kecil yang kaya raya dan diakui dunia. Tapi apalah daya,semua itu bak dongeng sebelum tidur yang terus dikumandangkan diluar sana,namun anak pribumi bangsa justru dihadapkan pada pemandangan kekuasaan elit-elit asing yang tentu saja hanya mengincar profit tanpa memikirkan keadaan bangsa ini. Yahh bagiku inilah bentuk penjajahan gaya baru diera neoliberalisme.
Koperasi yang menjadi tawaran yang telah diimplementasikan dan dikembangkan oleh bapak moh.hatta pun tak bisa membawa banyak pengaruh. Prinsip kekeluargaan dan demokrasi ekonomi yang dimiliki oleh koperasi pun tak luput dari pengaruh kapitalisme. Secara organisasi memang menganut sistem demokrasi dengan kepemilikan bersama,namun sikap egosentris dan ketamakan tak henti menjadi warna. Begitulah mungkin wajah koperasi yang menggadangkan diri sebagai ujung tombak demokrasi yang akan menghancurkan kapitalisme, namun akarnya telah tumbuh dengan suntikan virus candu terhadap kapitalisme.
Masih terngiang dalam ingatan kita, pada saat krisis moneter dan ekonomi terjadi pada 1997-1998 yang menghantam Indonesia, dengan akibat banyak bada usaha milik swasta (BUMS) dan badan usaha milik negara (BUMN) atau Badan usaha milik daerah (BUMD) mengalami kesulitan. Bahkan tak sedikit pula lembaga ekonomi yang sampai harus sampai gulung tikar, sebagai konsekuensi terkendalanya dinamika perekonomian dalam skala nasional. Meski demikian perekonomian nasional kita masih mampu berlangsung, karena justru berkat dukungan dari dinamika perkoperasian nasional dan UKM yang ada. Koperasi masih dapat memposisikan dirinya sebagai penyangga dari dinamika perekonomiannya. Sistem ekonomi kerakyatan yang dipresentasikan oleh Koperasi dan UKM, termasuk juga sektor informal yang terkadang dipandang sebelah mata, justru mampu bertahan dalam badai krisis tersebut. Ramuan utamanya adalah kemandirian sumberdaya yang hampir sepenuhnya tidak tergantung pada dinamika lembaga bisnis lainnya. Kemandirian yang umumnya cukup memperlambat perkembangan koperasi sendiri, justru berhasil menyelamatkan kehidupannya, sehingga akhirnya dapat berperan aktif sebagai lembaga ekonomi pengganti dalam dinamika kegiatan perekonomian yang sudah sampai pada titik chaos.
Walaupun dalam keadaan krisis, koperasi tetap hidup meskipun hanya melahirkan stagnasi. Dalam kondisi yang relatif buruk seperti itu mereka justru masih mampu menjadi roda penggerak bagi berjalannya perekonomian nasional,yang pada akhirnya mampu mendorong perekonomian nasional sedikit demi sedikit keluar dari krisis setelah beberapa saat.
Pada masa sekarang ini, keadaan koperasi tak jauh berbeda dari masa sebelumnya. Namun dibalik semua itu, koperasi kini mencoba berbaur dan mengaplikasikan sistem digitalisasi serta memanfaatkan revolusi 4.0. Meski terbilang lambat dibanding penggerak ekonomi lainnya, hal ini justru sebagai tahapan langkah menuju kebangkitan ekonomi dalam skala besar. Tentu saja kehadiran para konglomerat dan elit politik tak bisa dihindari seiring dengan perkembangan koperasi. Namun hal itu bukanlah halangan dan justru dapat dijadikan batu loncatan (selama para penggeraknya tidak terinfeksi virus egosentris dan kapitalis tentunya).
Semakin maraknya ketimpangan ekonomi yang ada membuat koperasi semakin punya peluang untuk merasuki setiap celah untuk membangun revolusi ekonomi nasional. Beberapa tahun kedepan mungkin koperasi dapat ikut andil dalam demokrasi ekonomi secara menyeluruh, bukan lagi sebatas nama yang hanya dikenal oleh orang tua saja.
Namun tentu saja, semua itu harus dibarengi dengan peningkatan kapasitas serta kemampuan Sumber daya manusia yang mampu melakukan manajemen yang baik dalam pengelolaan koperasi.
Koperasi mahasiswa (KOPMA) kemudian hadir sebagai lembaga pengenalan budaya serta wahana pelatihan pengelolaan koperasi bagi kawula muda diperguruan tinggi. Hal ini tidak boleh diabaikan oleh pemerintah, pemerintah harus menjadi pendukung dan penjamin terciptanya dialektik yang terjadi di kalangan mahasiswa. Hal ini tentu sangat penting bagi persiapan masa depan ekonomi nasional yang lebih baik.
Penulis : Yusril Dinata Kusuma (BEO X) Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam