Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Dakwah Kampus (LDK) AL-JAMI kembali mengadakan podcast melalui Via Zoom dengan mengangkat tema “Emansipasi Wanita, Menjadi Raden Adjeng Kartini di Era Milenial”. (Rabu,21/04/2021).
Tema podcast kali ini diangkat bertepatan dengan peringatan hari lahir salah satu pejuang wanita yang memperjuangkan hak-hak perempuan yaitu Raden Adjeng Kartini.
Menghadirkan narasumber Ridha ‘Atullah Wahabadalah selaku Kordinator Syiar UKM LDK AL-JAMI tahun 2011.
Raden Adjeng Kartini adalah tokoh emansipasi wanita. Kartini atau yang sering juga dikenal dengan RA.Kartini merupakan seorang pelopor kebangkitan kaum wanita di Indonesia, khususnya kaum pribumi. Sebagai bentuk penghormatan, setiap tanggal 21 April diperingati sebagai “Hari Kartini”.
Ridha memandang RA.Kartini sebagai sosok pahlawan yang mendukung (menjunjung) kesetaraan hak asasi wanita, perempuan inspirasi peradaban.
“Ada 5 sifat yang melekat pada diri RA.Kartini, yang patut untuk kita ikuti, yakni “Berani dan selalu optimis; sederhana; rela berkorban; perhatian; dan cerdas,” Ucapnya
“Ketika berbicara soal batasan, emansipasi wanita tentunya harus memiliki batasan. Sebab bagaimanapun laki-laki hakikatnya adalah pemimpin yang sesungguhnya. Hal ini tertuang dalam QS. An-Nisa: 34,” tegasnya
Islam memandang emansipasi dengan menempatkan wanita kembali kepada fitrahnya.
Kedudukan wanita dan laki-laki dalam menyerahi pahala dan meraih ketaatan itu sama. Namun dalam tataran emansipasi menempatkan wanita kepada fitrahnya.
“Wanita adalah makhluk yang sangat spesial, multitasking yang dapat mengerjakan beberapa hal secara bersamaan,”
Lebih lanjut Narasumber mengatan jika yang perlu dilakukan untuk mendapatkan kesetaraan adalah saat kewajian sudah ditunaikan
“Ketika kewajiban kita telah ditunaikan, hak kita sudah terpenuhi dan memaksimalkan potensi-potensi yang sudah berjalan. Wanita sepatutnya menunaikan kewajiban terlebih dahulu kemudian menuntut haknya,”
Lebih lanjut narasumber memandang permasalahan yg masih sering ditemui perempuan adalah masalah subordinasi kepada perempuan.
“Perempuan masih kerap dinomerduakan, digolongkan dalam kalangan kaum marginal, sehingga menimbulkan ketidakpercayaan diri”.
Untuk itu perlu adanya sebuah usaha mengarahkan kreativitas dunia maya ke dunia nyata dengan mengedepankan sebuah karya.
“Biarkan karya yang berbicara. Karena orang yang beruntung adalah orang yg bermanfaat bagi orang lain” ujarnya.
“Untuk menjadi perempuan Milenial di Era 4.0 hendaknya bercermin pada perempuan-perempuan hebat yang berkecimpung di bidang politik, literasi, ekonomi, ataupun sosial,”
Beliau menambahkan, untuk mencapai hal tersebut, kita harus memperhatikan siapa teman kita, apa lingkungan kita, apa bacaan kita.
Jika perempuan ingin maju, maka perempuan harus berani keluar dari hal yang ditekuninya. Dalam artian berani keluar dari zona nyaman.
“Apa yang kita fikirkan, itulah kita. Apa yang kita katakan, itulah kita. Tumbuhkan semangat, percaya diri bahwa WANITA BISA TONJI,” tutupnya
Pewarta: Hardianti